Tuesday, November 6, 2007

15 tips agar tidak bete saat di dalam lift

  1. Ketika anda hanya berdua dengan orang tak dikenal, colek bahunya! Kemudian anda pura-pura melihat ke tempat lain.
  2. Tekan tombol lift kemudian anda pura-pura kesetrum. Tersenyumlah, lalu..... ulangi lagi.
  3. Pasanglah muka menyeringai kesakitan sambil memegangi kepala anda dan mengumpat: “Diam, semuanya diam!”.
  4. Gunakan HP anda untuk telpon ke Psikolog sambil bertanya apakah dia tahu di lantai berapa anda sekarang ?
  5. Bawalah kamera dan ambillah gambar semua orang yang ada di dalam lift.
  6. Pindahkan meja kerja anda ke dalam lift. Jika ada yang masuk, tanyakan apakah mereka sudah membuat janji.
  7. Bentangkan papan catur di lantai lift dan ajaklah orang-orang, barangkali ada yang mau main.
  8. Letakkan sebuah bungkusan di pojok, jika ada yang masuk, tanyakan apakah mereka mendengar suara tik...tik...tik...
  9. Anda pura-pura jadi pramugari. Tunjukkan prosedur keselamatan penerbangan seperti di dalam pesawat terbang.
  10. Ketika pintu menutup, beri pengumumankepada orang-orang. Tenang, jangan panik, nanti pasti terbuka lagi koq.
  11. Bukalah tas anda, sambil melihat ke dalam tas, tanyalah: “Udaranya cukup nggak disitu?”
  12. Diam dan jangan bergerak sama sekali di pojok lift, menghadap dinding, jangan pernah keluar.
  13. Bawalah wayang golek atau wayang kulit, gunakan wayang itu untuk ngobrol dengan orang di dekat anda.
  14. Dengarkan suara di dinding lift dengan stetoskop.
  15. Buatlah garis di lantai sekeliling anda menggunakan kapur, lalu bilang: Ini adalah wilayah SAYA.

Pembobol Bank

Seorang pencuri yang sangat ahli membobol bank dimana keahlian utamanya adalah memecahkan kode rahasia pintu lemari besi. Ia selalu bekerja sendiri tanpa dibantu anak buah atau asistennya. Suatu ketika, ketika ditengah malam memasuki sebuah bank yang baru 1 minggu dibuka.

Sebuah lemari penyimpanan dengan nomor pengaman yang paling canggih
berhasil dibukanya. Namun ia sedikit heran, karena disana tidak terdapat uang sama sekali, melainkan cawan-cawan berisikan
puding warna susu. Ruangannya pun dingin sekali. Akhirnya ia memutuskan untuk memakan puding-puding tersebut sebelum membuka lemari besi lainnya.

Karena lapar ia habiskan semua puding di lemari besi pertama. Lemari
besi kedua berhasil dibuka, kembali ia temukan puding dalam cawan-cawan plastik. Seluruh lemari ada 5 unit, dan kesemuanya berisi puding, dan ia
menghabiskan banyak sekali puding. Namun ia dengan
kekenyangan pulang kerumah dan masih agak heran, kenapa bank itu tidak
menyimpan uang sama sekali.

Atau mereka memang sudah mengetahuinya akan dicuri? "Aah biarlah yang penting aku kenyang" serunya.

Keesokan paginya dengan setengah mengantuk ia terbangun karena suara
tukang koran memasukkan kedalam rumahnya melalui celah jendelanya.
Sambil terkantuk ia membuka lembaran koran dan terpana melihat Head Line
di halaman pertama dengan judul bertuliskan
dengan huruf yang besar-besar. "BANK SPERMA KEBOBOLAN".

Menikahi Seorang Auditor

Saya menikahi seseorang yang memiliki karir profesional: AKUNTAN PUBLIK. Ya, dia adalah seorang auditor. Dan coba tebak apa yang dilakukannya...

  1. Dia menyuruhku untuk menggunakan metode LIFO saat mengambil makanan yang disimpan di kulkas. Aduh...
  2. Dia menganggapku tidak berbakat dalam bermain dengan angka. Aku sih no problem, makanya dia yang mengurus anggaran rumah tangga. Eh, tiap akhir bulan dia bikin invoice tagihan profesional fee sama aku. Waktu kubilang kalau aku ini suaminya, bukan kliennya, dia malah minta advance payment.
  3. Aku heran kenapa pengeluaran terus meningkat steadily, sehingga suatu hari, aku mengintip kertas-kertas yang ada di ordner berlabel "Current File". Tak heran! Dia rupanya men charge mileage (jarak) dan overtime ke dalam anggaran rumah tangga. Dia juga menagihkan Out of Pocket Expense ke dalamnya. Dia gila, dan aku udah bilang itu ke dia. Eh, dia malah bilang, "Ya enggaklah sayang, aku kan auditor."
  4. Setiap lembar kertas di rumah dicopy dan difilekan. Alasan dia, ada peraturan yang mengharuskan dia memaintain copy hasil kerjanya selama 10 tahun. Aku sungguh-sungguh khawatir...
  5. Dia bilang kalau dia cinta aku, dan aku bilang kalau aku cinta dia juga. Tapi tetap aja, dia tidak pernah percaya. Katanya, ada kemungkinan terjadi mis-statement. Dan dia memintaku membuat Representation Letter mengenai masalah ini ... Duhhh
  6. Tahun lalu laporan keuangan rumah kami mendapatkan opini Qualified karena aku gak menyimpan supporting document atas expensesku.
  7. Awalnya aku heran, kenapa setiap akhir tahun selalu berdatangan surat-surat dari seluruh famili, kolega, termasuk warung di depan rumah. Ternyata, istriku mengirimi Confirmation Letter kepada mereka semua. Waktu aku protes, dia bilang, konfirmasi dari pihak eksternal lebih realible. Cape deh...
  8. Waktu istriku masak, dia sering tidak mengikuti resep. Bila resep bilang, tambahkan setengah sendok garam, atau satu sendok teh gula, atau setengah gelas air, dia selalu tidak peduli. Dia bilang kalau itu tidak material bila dibandingkan dengan seluruh menu yang disiapkan.
  9. Aku bilang, dia itu gila. Tapi anehnya, semua orang bilang kalau dia auditor. Di kamus, ternyata kata "auditor" bukan sinonim untuk kata "gila". Pasti kamusnya ketinggalan zaman.
  10. Waktu kami menikah, dia memberikan Engagement Letter padaku. Awalnya aku bilang, "Oh, makasih ya sayang ..." Ternyata setiap tahun dia memberikan surat yang sama. Katanya, standarnya mengharuskan dia melakukan itu bila ada indikasi kalau aku keliru memahami tujuan dan scope dari Engagement. Dia juga bilang, aku tidak bisa pisah dari dia begitu saja. Dia punya hak untuk didengar sebelum aku menunjuk orang lain. Dan dia juga menegaskan bila aku menunjuk orang lain menggantikan dia, maka harus ada komunikasi antara dia dan penggantinya, agar dia bisa menyampaikan keberatan profesionalnya. Mati kita.
  11. Phew ... Kadang kala, aku berpikir, kalau dia membahayakan going concernnya pernikahan ini. Duh ... Kok aku jadi kebawa-bawa dia...
  12. Ku kira pernikahanku ini sudah cukup gila, tapi ternyata ada temanku yang juga kawin dengan akuntan, punya cerita yang lebih parah. Istrinya mengkapitalisasi biaya pernikahan sebagai Preliminary Expenses, dan mengamortisasinya setiap tahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum berumah tangga, juga dikapitalisasi sebagai biaya pra-pernikahan. Juga, waktu yang dihabiskannya selama pacaran sebelum menikah sedang dalam proses valuasi, untuk dimasukkan sebagai intangible assets.

Teman-teman, berpikirlah dua kali sebelum menikahi auditor. Kalau kau sudah berpikir dua kali dan tetap memutuskan untuk menikahinya, pikirkan dua kali lagi. Kau harus mempertimbangkan besar risk sebelum memulai engagement. Duh ... Aku ternyata sudah gila.

Aku, seorang auditee seumur hidup.